Framing the Bride: Globalizing Beauty and Romance in Taiwan’s Bridal Industry – Adrian

Adrian, B., 2003, Framing the Bride: Globalizing Beauty and Romance in Taiwan’s Bridal Industry, Berkeley, Los Angeles, dan London: University of California Press.

Adrian melakukan riset etnografi lapangan secara antropologis terhadap industri pernikahan di Taiwan dan sekitarnya. Tujuan dari riset ini adalah: untuk menemukan praktek kultural baru yang sedang populer, dan dengan ini dapat mengungkapkan apa yang terjadi pada pernikahan dan keluarga-keluarga di Taiwan. Studi ini menggunakan fotografi pernikahan sebagai fokus kajiannya dan menggabungkan beberapa isu yang berhubungan dengannya, seperti: isu gender dan modenitas yang termasuk di dalamnya perdebatan mengenai globalisasi, westenisasi, individualisme, dan kuasa gender di dalam rumah tangga. Seperti contoh pada halaman 240, ia menemukan fakta menarik bagaimana seorang ibu meminta anaknya mengenakan pakaian ala Barat daripada pakaian China di dalam pernikahan anaknya tersebut. Satu hal penting dari Framing the Bride adalah presentasi konteks historisnya, dimana proses urbanisasi merubah penampilan foto pernikahan yang tentunya dengan ini dapat digunakan untuk membaca secara lebih luas tradisi pernikahan dan kondisi masyarakat Taiwan.

Seperti apa yang terjadi pada fotografi, esay-esay yang terkandung di dalam buku ini mencakup poin-poin penting mengenai 1) asal-muasal pembublikasian sesuatu hal, dan 2) bagaimana hal tersebut melalui proses pengembangan, reproduksi, dan manipulasi. Walaupun Batchen juga melihat foto seperti para pemikir fotografi yang lain — yaitu melihat dalam konteks kuasa sosial dan politik — namun ia memberikan distingsi tersendiri pada bukunya tersebut. Batchen menggunakan deskripsi-deskripsi tajam sebagai cara analisanya, dan lebih memilih untuk mendiskusikan tentang apa yang terlihat di dalam foto daripada apa yang ada di luar foto. Batchen menggarisbawahi mengenai identitas fotografi dari masa lalu, sekarang, dan yang akan datang melalui pemaknaan/ signification fotografis dengan menggunakan pendekatan semiotika. Ia ingin mengartikulasikan fotografi sebagai sesuatu yang secara simultan material dan kultural — fotografi yang tidak akan lepas dari kontekstualisasi. Batchen mengambil contoh kasus beberapa foto spesifik, dari sebuah kombinasi sederhana foto bayi dengan frame sepatu boot perunggu sampai pada foto masterpiece karya Alfred Stieglitz.

“All that Corbis owns are the electronic reproduction rights to certain of [Ansel:] Adams’s images. The assumption is that in the near future, electronic reproduction is the only kind that is going to mater. The other assumption in play here is that reproduction is already the only aspect of an image worth owning. The world’s richest man has declared in no uncertain terms that the original print — always a contradiction in terms for photography in any case — is of absolutely no interest. He does not want to accumulate photographs; he just wants to be able to sell endless reproductions of them. He seeks not to control photography but the total flow of photo data” (halaman. 151).

Tinggalkan komentar